Oleh: husnun | Desember 20, 2007

Aku Membantai 20 Nyawa

Aku Membantai 20 Nyawa

Darah segar langsung mengucur begitu pedang kutekan naik turun di lehernya. Suara erangan terdengar memilukan disertai dengan semprotan darah segar. Saat sepercik darah itu menyentuh kulit kaki, terasa masih hangat. Tidak sampai satu menit, tenggorokan dan urat nadinya putus. Bersamaan dengan itu nyawa pun melayang. Satu demi satu nyawa melayan terkena gorokan pedang tajam yang saya bawa. Tak terasa, 20 nyawa melayang dalam waktu sekitar tiga jam.

 Itulah ritual tahunan yang saya lakukan pada saat Idul Adha. Sudah bertahun-tahun tugas ini saya lakukan. Maklum, di kompleks perumahan tempat saya tinggal, tidak ada yang berani menghilangkan nyawa hewan-hewan kurban itu. Saya tidak tahu, kenapa mereka menunjuk saya untuk menjadi pembantai. Dari 20 yang saya bantai, terdiri dari lima ekor sapi dan 15 kambing.

 Membantai sapi jauh lebih berat dan butuh waktu lama, terutama persiapan untuk menempatkan sapi di tempat yang tepat. Butuh tenaga sekitar 8 orang untuk memegangi tubuh sapi agar tidak berontak saat disembelih. Selain itu, pedang yang dipakai menyembelih juga harus tajam agar proses kematiannya berlangsung cepat. Maksudnya, agar hewan tidak tersiksa sebelum nyawanya melayang.

 Tahun ini jumlah hewan yang dipotong lebih banyak dibanding tahun lalu. Tahun lalu, ada 36 ekor kambing dan 3 ekor sapi. Tahun ini, 38 ekor kambing dan 5 ekor sapi. Hewan-hewan itu disembelih bergantian, kambing, kambing diselingi sapi. Tapi setelah menyembelih sapi yang butuh tenaga ekstra itu, maka saat menyembelih kambing rasanya ringan.

 Peningkatan jumlah sapi juga membawah berkah bagi warga, karena tidak banyak yang menolak. Ini beda dengan kambing, selain baunya yang tidak sedap, takut kolesterol, asam urat dan tekanan darahnya naik.Mitos daging kambing sebagai pemicu penyakit yang mengerikan itu sudah melekat di kalangan masyarakat. Tak heran bila sebagian masyarakat yang berkurban kambing, menolak saat diberi sedikit daging dari hewan yang dikurbankannya. Tapi saat ditawari daging sapi, kebanyakan mereka menerima.

 

 


Tanggapan

  1. Nabi Ibrahim AS sungguh-sungguh seorang tokoh pilih tanding. Keimanan, ketabahan, keikhlasan, dan kesabaran yang tiada terkira menjadi perhiasan hidup beliau. Jika menyembelih seekor hewan kurban saja tidak semua orang mampu melakukannya, apalagi jika harus menyembelih puterandanya sendiri? Seorang putera yang kehadirannya ditunggu-tunggu hingga raga kian merapuh? Nabi Ibrahim AS, ayahanda para Nabi, memberikan contoh pengurbanan yang paripurna bagi segenap umat manusia. Mudah-mudahan kurban kecil yang kita laksanakan mendapatkan penerimaan dari Allah SWT dan kita tergolong orang-orang yang ikhlas dan sabar. Amin.

  2. Salam kenal Sam
    Makasih dah mampir di blog-ku. Wah mbok ya jangan pakai istilah membantai, kesannya kejam dan sadis. Padahal qurban kan bukan buat bantai membantai gitu, tapi justru aspek kepedulian sesama yg ditonjolkan.

    Met ngeblog ria & have fun

    Fuad Muftie

  3. aku membaca judul postingan sampeyan,aku kira orang yang dibantai orang.walah mas aku sering banget ngebantai itu mah tapi udah mati.aku tusuk aku bakar,aku makan. Haaahaaa.Ya itu adlah perntah Allah ke nabi ibrahim alias menguji kesabaran dan keikhlasan serta pengorbanan seorang anak .


Tinggalkan Balasan ke bogat ar Batalkan balasan

Kategori